Teologi dialektis
merupakan sebuah teologi yang bertujuan untuk menjelaskan tentang
pengontrasan relasi Tuhan dan manusia. Teologi dialektis dikenal juga
dengan sebutan teologi neo-ortodoksi. Neo-ortodoksi merupakan suatu reaksi
terhadap kegagalan dari liberalisme. Sebutan neo-ortodoksi berkaitan dengan
"ortodoksi baru" yang mengimplikasikan kembalinya pada kepercayaan
Kristen ortodoksi setelah hampir dua abad berlangsungnya liberalisme.
Teologi ini dibangun
oleh Soren Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf dan teolog Denmark –meskipun
tidak bisa dikatakan semua karena jerih payahnya– namun ia memberikan sumbangan
yang cukup berarti sebagai basis yang nantinya dikembangkan oleh penerusnya,
yakni Karl Barth –pemikiran Barthlah yang sebenarnya merupakan bangunan utuh
dariu teologi ini.
Kierkegaard
mengajarkan bahwa kehidupan bukan hanya sekadar mempercayai doktrin-doktrin,
tetapi juga meliputi pengalaman dan komitmen. Kierkegaard mengajarkan
transendensi dari Tuhan dan bahwa adalah sukar untuk manusia mengenal Tuhan.
Manusia harus mengambil "loncatan iman" untuk menemukan Tuhan.
Teologi Kierkegaard (juga dikenal sebagai "teologi keputusasaan")
menandai kelahiran dari eksistensialisme, penekanan pada pengalaman pribadi
sebagai standar dari realitas.
Karl Barth
(1886-1968) mengikuti Kierkegaard dalam mengakui ketrasendenan Tuhan dan
menekankan pengalaman beragama. Barth mengajarkan bahwa Tuhan tidak dapat
diketahui secara objektif karena la adalah transenden; la harus diketahui
secara subjektif melalui pengalaman. Dan tulisan ini, akan difokuskan ke sosok
Barth dan pemikirannya.
Biografi Karl Barth
Karl Barth (10 Mei 1886 – 10 Desember 1968) adalah seorang teolog Kristen Hervormd yang
berpengaruh. Barth dilahirkan di Basel, Swiss dan
menghabiskan masa kanak-kanaknya di Bern. Ia lahir dari
seorang ayah beranama Fritz Barth (profesor Perjanjian Baru dan sejarah gereja
mula-mula di Bern) dan seorang ibu, Anna Sartorius. Ia belajar di
universitas-universitas terbaik: Bern, Berlin, Tübingen, dan Marburg di bawah
pengajaran teolog liberal yang terkenal seperti Adolph von Harnack dan Wilhelm
Herrmann. Meskipun Barth tidak didukung oleh ayahnya, ia tertarik pada
pengajaran Harnack dan secara khusus menjadi tertarik pada teologi pengalaman
dari Schleiermacher. Di Berlin ia belajar dari tokoh-tokoh liberal terkenal,
yang mengajarkan Kekristenan yang lebih berfokus pada kebapaan Tuhan dan
persaudaraan umat manusia.
Pada tahun 1909-1911
Barth melayani Gereja di Jenewa, Swiss, dan 1911 hingga 1921 ia melayani sebagai
seorang pendeta Hervormd di desa Safenwil di kanton Aargau.
Belakangan ia menjadi profesor teologi di Bonn (Jerman). Ia
harus meninggalkan Jerman pada 1935 setelah ia menolak mengucapkan sumpah kesetiaan
kepada Adolf Hitler. Barth kembali ke Swiss dan menjadi profesor di
Basel.
Barth mulanya belajar dalam tradisi Liberalisme Protestan Jerman
di bawah asuhan guru-guru seperti Wilhelm Herrmann, namun ia
bereaksi terhadap teologi ini pada masa Perang Dunia
I. Reaksinya didorong oleh sejumlah faktor, termasuk komitmennya
terhadap gerakan Sosialis
Religius Jerman dan Swiss di sekitar orang-orang seperti Herrmann Kutter, pengaruh
gerakan Realisme Alkitab di
sekitar orang-orang seperti Christoph Blumhardt, dan
dampak dari filsafat skeptis dari Franz Overbeck.
Pada dekade setelah
Perang Dunia I, Barth terkait dengan sejumlah teolog lainnya, yang sesungguhnya
sangat berbeda-beda pandangannya, yang bereaksi terhadap liberalisme
guru-gurunya, dalam sebuah gerakan yang dikenal sebagai "Teologi Dialektis"
(bahasa Jerman: Dialektische Theologie). Para anggota lain dari
gerakan ini termasuk Rudolf Bultmann, Eduard Thurneysen, Emil Brunner,
dan Friedrich Gogarten.
Pada tahun 1921,
Barth diundang untuk melayani sebagai dosen teologi Reformasi di Universitas
Gottingen. Barth mengajar bukan hanya tentang tradisi Reformasi, melainkan juga
memberikan eksposisi kitab-kitab di Alkitab. Dari tahun 1925 sampai 1930, Barth
mengajar di Munster, di mana ia juga mulai menulis kedua belas Jilid Church
Dogmatics-nya yang terkenal itu –merupakan magnum opus-nya. Setelah
itu Barth mengajar di Bonn dari 1930 sampai 1935, tetapi ketika ia menolak
untuk setia pada Hitler, ia dipaksa untuk keluar dari Jerman dan Barth kembali
ke Basel. Di Basel Barth mengajar sampai pension tahun 1962.
Pemikiran dan Karya Barth
Pada tahun 1918 lahirlah Commentary
on the Epistle to the Romans, yang merupakan respon terhadap kondisi
realitas disekitarnya yang materealistik, terutama Swiss pada waktu itu.
Kecemasan kelemahan moral teologi liberal juga berperan penting dalam lahirnya
tulisan ini. Barth memaparkan tentang kedaulatan mutlak dan kemerdekaan
sempurna Allah dalam memprakarsai pewahyuan di dalam Yesus Kristus. "Kasih
Allahlah yang menyadari perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia dan
antara Allah dan dunia," tulisnya. Banyak teolog yang percaya bahwa karya
ini merupakan risalat teologis yang paling penting sejak buku Friedrich Schleiermacher On Religion:
Speeches to its Cultured Despisers (Tentang Agama: Pidato
kepada Para Pencemoohnya yang Beradab).
Dalam hal
Bibliografi, ia mensejajarkan Alkitab dengan Firman Tuhan. Barth menolak
pemahaman tentang suatu tulisan Firman yang tanpa salah, yang disebut sebagai
konsep "paus kertas", bagi Barth para penulis Kitab Suci hanya
sekadar berkaitan pada pengalaman mereka berkaitan dengan wahyu Tuhan, Dalam
membaca catatan mereka, seseorang juga dapat mengalami wahyu Tuhan.
Barth
mengkategorikan Firman Tuhan ke dalam tiga wilayah, (1) "Firman yang
diwahyukan" adalah Tuhan menyatakan diri-Nya sendiri dengan berbicara pada
para rasul dan para nabi, (2) "Firman yang tertulis" adalah deposit
wahyu yang dibuat oleh manusia, karena manusia yang menulis Alkitab, maka hal
itu tidak dapat disejajarkan dengan Firman Tuhan, (3) "Firman yang dikhotbahkan"
adalah proklamasi dari Firman, dan pada waktu anugerah Tuhan memasuki
seseorang, maka Alkitab menjadi Firman Tuhan.
Keseriusan Barth
terhadap Alkitab inilah yang kemudian melahirkan karya pentingnya, yaitu
Dogmatika Gereja (bahasa Jerman: "Die Kirchliche Dogmatik") yang
terdiri dari 13 jilid. Dogmatika Gereja Barth menjadi menarik karena ia ditulis
menggunakan Alkitab, bukan filsafat liberal sebagai dasarnya –sebagaimana yang
dilakukan oleh bnyak teolog semasanya. Meskipun demikian, ia tidak percaya
bahwa kebenaran dapat dinyatakan dalam propasisi doctrinal, menurutnya,
kebenaran-kebenaran adalah perjumpaan melalui pernyataan Allah sendiri di dalam
Kristus.
Dogmatika Gereja merupakan puncak dari
keberhasilan Barth sebagai seorang teolog. Rangkaian tulisan ini dianggap
sebagai salah satu karya teologis yang terpenting dari segala zaman. Barth
mulai menulis Dogmatika itu pada 1932, dan terus mengerjakannya hingga ajal
menjemputnya pada 1968.
Sekitar kristologi
Barth menekankan sentralitas dari Yesus Kristus dalam teologinya. Kristus harus
menjadi titik awal dan pusat dari teologi. Menurut Barth, tanpa Kristus maka
tidak ada pewahyuan. Injil dimulai dengan ketetapan kekal, pemilihan Yesus
Kristus. Barth mengajarkan bahwa predestinasi adalah pemilihan terhadap Yesus
Kristus. Kristus adalah Allah yang memilih dan manusia yang dipilih, Pemilihan
Kristus berarti pemilihan dari komunitas. Dalam pembahasannya tentang pemilihan
ganda, Barth mengajarkan bahwa Allah dan Kristus mengampuni dengan menanggung
konsekuensi dosa yang seharusnya ditanggung oleh manusia –hal inilah yang
kemudian sering mendapat kritikan dari teolog lain karena condong ke fagam
universalisme, yaitu suatu kepercayaan di mana semua umat manusia pada akhirnya
akan diselamatkan. pada saat yang sama, umat manusia dipilih dan mendapatkan
keselamatan dan partisipasi dalam kemuliaan Allah. Barth menunjuk pada
pemilihan komunitas seperti Israel yang menolak pemilihan atas dirinya dan
seperti gereja yang adalah dasar dari pemilihan. Ia akhirnya menjelaskan
pemilihan individu, "yang lain" –sebagaian besar di mana tidak ada
pengecualian. universalisme, Karena Kristus telah menanggung dosa semua orang,
maka semua orang tidak lagi ditolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar